Dipublish oleh Admin | 16 Juli 2025, 09.03 WIB
Towa News, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi memulai penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP), yang menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Sejumlah pihak menilai langkah ini sarat muatan politis dan tidak memiliki urgensi hukum yang kuat di tengah situasi nasional yang masih diwarnai ketegangan politik pasca pemilu.
RUU BPIP ini dinilai hanya sebagai “kendaraan politik” untuk mendekatkan kembali PDI Perjuangan (PDIP) ke lingkaran kekuasaan pemerintahan baru. PDIP sebelumnya memilih berada di luar pemerintahan usai kontestasi Pilpres 2024, namun sinyal-sinyal rekonsiliasi politik kian kuat setelah elite partai menghadiri beberapa agenda kenegaraan bersama Presiden terpilih.
“Kita tidak bisa memisahkan pembahasan RUU BPIP dari manuver politik elit. Ada kesan RUU ini sengaja dimunculkan untuk membuka jalan kompromi kekuasaan antara PDIP dan pemerintah,” ujar Dr. Haryadi, pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Rabu (16/7).
DPR berdalih bahwa pembentukan UU ini bertujuan memberi dasar hukum lebih kuat bagi BPIP yang saat ini masih bekerja berdasarkan Perpres Nomor 7 Tahun 2018. Dalam draf awal, BPIP akan memiliki kewenangan mengawasi kebijakan publik agar selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan bertindak sebagai institusi pembina ideologi lintas kementerian dan lembaga.
Namun sejumlah anggota fraksi di luar koalisi mempertanyakan urgensi pembentukan UU tersebut, mengingat BPIP selama ini belum menunjukkan kinerja signifikan dan rentan disalahgunakan sebagai alat indoktrinasi politik.
“Kami khawatir BPIP justru dijadikan alat politik identitas oleh kekuasaan. Daripada memperkuat badan ini secara hukum, sebaiknya pemerintah fokus pada penegakan hukum dan pendidikan kewarganegaraan yang lebih inklusif,” kata Anggota Fraksi PKS, Fahri Alkatiri.
Di sisi lain, beberapa pihak menyambut baik upaya penguatan kelembagaan BPIP, dengan catatan harus dilakukan secara transparan dan bebas dari kepentingan partai. Mereka menekankan pentingnya pengawasan terhadap implementasi nilai-nilai Pancasila agar tidak membungkam kebebasan berpendapat dan keragaman politik.
Isu yang paling hangat mencuat adalah kemungkinan PDIP bergabung kembali ke koalisi pemerintahan sebagai kompensasi politik atas dukungan terhadap RUU BPIP. Manuver ini dinilai sebagai bagian dari strategi konsolidasi nasional menjelang pembahasan APBN 2026 dan penguatan parlemen menjelang Pilkada serentak tahun depan.
“Kalau PDIP mendukung RUU BPIP secara penuh, lalu dapat jatah kursi kabinet, itu artinya kita sedang melihat proses rekonsiliasi politik yang tidak jujur kepada publik,” kritik Veronica Silalahi, analis politik dari LP3ES.
Hingga berita ini diturunkan, Ketua DPR belum memberikan keterangan resmi soal target waktu pengesahan RUU BPIP. Sementara itu, koalisi pemerintah enggan menjawab spekulasi terkait manuver politik PDIP, meski beberapa elite partai telah membenarkan bahwa “pintu komunikasi tetap terbuka.”
Sumber: Tempo, Kompas, CNN Indonesia
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Towa.co.id.
Prabowo Tegaskan Pasal 33 UUD 1945 Tegak di...
Towa News | 24 Juli 2025, 07.58 WIB
Fraksi Gerindra DPRD DKI Usulkan Program Kartu Janda...
Towa News | 23 Juli 2025, 18.13 WIB
Dasco Tanggapi Kontroversi Pernyataan Logo Gekraf: "Hanya Candaan...
Towa News | 21 Juli 2025, 16.24 WIB
Kancil vs Gajah? Sudahlah, Jangan Adu Domba Prabowo...
Towa News | 21 Juli 2025, 15.41 WIB
Komrad Pancasila: Pernyataan Dasco Soal Logo Hanya Candaan
Towa News | 21 Juli 2025, 09.49 WIB
Partai Politik di Indonesia: Pilar Demokrasi, Dinamika, dan...
Towa News | 12 Juli 2025, 14.00 WIB
Kawendra Lukistian : Danantara Harus Jadi Legacy Terbaik,...
Towa News | 09 Juli 2025, 09.36 WIB
Dukung Presiden Prabowo Hadapi Tekanan Tarif Trump, DPR:...
Towa News | 08 Juli 2025, 07.51 WIB
KPPOD Nilai Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan...
Towa News | 08 Juli 2025, 07.25 WIB
Kawendra Serahkan Naskah Pandangan Fraksi Gerindra, Renstra DPR...
Towa News | 02 Juli 2025, 18.10 WIB