KKP Genjot Budidaya Rajungan, Antisipasi Overfishing dan Penuhi Permintaan Ekspor

Dipublish oleh Admin | 14 Mei 2025, 11.22 WIB

KKP Genjot Budidaya Rajungan, Antisipasi Overfishing dan Penuhi Permintaan Ekspor
Crablet hasil pembenihan rajungan di BBPBAP, bagian dari program budidaya KKP. ( Dok. Humas Dirjen Perikanan Budi Daya)

Towa News, Jakarta — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong pengembangan budidaya rajungan di tengah tingginya permintaan global terhadap komoditas perikanan tersebut. Dalam siaran pers yang dirilis Senin (12/5), KKP menegaskan pentingnya langkah ini untuk menjaga keberlanjutan sumber daya rajungan di alam dan mendukung ekonomi masyarakat pesisir.

Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu komoditas perikanan ekspor unggulan Indonesia. Berdasarkan data KKP, pada tahun 2024, nilai ekspor rajungan dan kepiting mencapai USD 513,35 juta atau sekitar 8,6% dari total nilai ekspor perikanan Indonesia. Negara-negara tujuan utama ekspor antara lain Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, dan Uni Eropa.

"Budidaya rajungan adalah langkah strategis agar ekosistem rajungan tetap terjaga, sekaligus menjaga stabilitas perekonomian bagi masyarakat pesisir secara berkelanjutan," ujar Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP, Tb Haeru Rahayu.

Kolaborasi Teknologi Pembenihan

Salah satu inisiatif utama KKP adalah kolaborasi dengan Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI). Lewat Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, KKP bersama APRI telah mengembangkan teknologi pembenihan rajungan, khususnya pendampingan teknis pada tahap krusial dari zoea ke megalopa dan selanjutnya ke crablet.

Selama satu tahun terakhir, hasil kerja sama ini telah menghasilkan sekitar 250 ribu ekor crablet yang direstocking ke perairan Situbondo, Jawa Timur. Restocking ini diharapkan mampu memperkuat populasi rajungan di alam yang terancam akibat praktik penangkapan berlebihan.

“Budidaya rajungan dengan pengembangan teknologi pembenihannya menjadi peluang menjanjikan untuk keberlanjutan menuju ekonomi biru,” ujar Wita Setioko, Board of Director APRI.

Kepala BBPBAP Jepara, Supito, menambahkan bahwa kolaborasi ini menargetkan terciptanya unit hatchery milik APRI yang mampu memproduksi crablet secara rutin dan berkelanjutan. BBPBAP sendiri telah berpengalaman sejak 2004 dalam pembenihan rajungan dan telah memproduksi sekitar 3,5 juta crablet sejak 2016 yang disalurkan ke berbagai daerah seperti Jepara, Demak, Pati, Lamongan, Pangandaran, hingga Semarang.

Dukungan Regulasi dan Komitmen Nasional

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, sebelumnya telah menekankan pentingnya budidaya perikanan pada lima komoditas ekspor utama, salah satunya rajungan. Selain untuk menjaga keseimbangan ekosistem laut, langkah ini juga bertujuan mengoptimalkan potensi ekonomi biru dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

Sejumlah peraturan telah diterbitkan untuk mendukung pengelolaan rajungan yang berkelanjutan, termasuk Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 17 Tahun 2021 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan. Di dalamnya tercantum larangan menangkap rajungan bertelur serta pengaturan ukuran minimal penangkapan.

Potensi Pasar dan Tantangan

Menurut Marine Stewardship Council (MSC), Indonesia merupakan salah satu negara produsen rajungan terbesar di dunia. Namun tantangan utama yang masih dihadapi adalah penangkapan yang tidak ramah lingkungan, praktik perikanan skala kecil tanpa dukungan teknologi memadai, serta minimnya hatchery rajungan skala industri.

Dengan semakin meningkatnya permintaan rajungan dari pasar premium yang mensyaratkan keberlanjutan dan traceability produk, pengembangan hatchery dan budidaya menjadi kunci daya saing produk rajungan Indonesia.

Sumber:

  • Siaran Pers KKP No. SP.205/SJ.5/V/2025

  • Data Ekspor KKP Tahun 2024

  • Marine Stewardship Council (MSC)

  • Peraturan Menteri KP No. 17 Tahun 2021

 

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Towa.co.id.

Ikuti Sosial Media Kami:

X Logo Snack Video