Evaluasi Jabatan PNS Daerah Tak Perlu Persetujuan MenPANRB, Asal Sesuai Ketentuan

Dipublish oleh Admin | 01 Juli 2025, 08.19 WIB

Evaluasi Jabatan PNS Daerah Tak Perlu Persetujuan MenPANRB, Asal Sesuai Ketentuan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini. Sumber (menpan.go.id)

Towa News, Jakarta - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) melakukan langkah percepatan dalam proses persetujuan hasil evaluasi jabatan di instansi pemerintah daerah. Hal ini tercantum dalam Surat Menteri PANRB Nomor B/825/M.SM.02.00/2025, yang menjadi dasar baru dalam penyederhanaan prosedur evaluasi jabatan daerah.

"Surat ini merupakan langkah strategis untuk mempercepat dan menyederhanakan proses persetujuan hasil evaluasi jabatan di instansi daerah. Hal ini dicapai dengan memungkinkan instansi daerah untuk langsung menggunakan hasil evaluasi jabatan yang sudah ada dalam lampiran surat, selama sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Aba Subagja, Deputi SDM Aparatur PANRB, dalam siaran resmi YouTube Kementerian PANRB, dikutip Selasa (1/7/2025).

Menurut Aba, surat tersebut berfungsi sebagai acuan formal bagi pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota dalam menyusun serta mengesahkan hasil evaluasi jabatan di wilayah masing-masing. Asalkan struktur jabatan dan eselonisasi sesuai peta jabatan dan ketentuan surat tersebut, persetujuan dapat langsung diterapkan.

Namun, jika terdapat struktur kelembagaan yang tidak tercantum dalam lampiran surat, instansi terkait tetap diwajibkan mengajukan usulan resmi kepada Menteri PANRB.

"Langkah ini menunjukkan komitmen Kementerian PANRB dalam menyederhanakan dan mempercepat proses administrasi kepegawaian, khususnya terkait dengan evaluasi jabatan," tegas Aba.

Mita Nezky, Ketua Kelompok Kerja Evaluasi Jabatan Kementerian PANRB, menambahkan bahwa percepatan ini adalah respons terhadap dinamika perubahan struktur organisasi di pemerintah daerah yang sangat cepat. Meski cepat, Mita menekankan bahwa proses ini tetap diawasi secara regulatif.

"Percepatan ini bukan berarti tanpa kendali—semua tetap harus sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam surat menteri, termasuk prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas dalam penggunaannya," jelas Mita.

Ia juga menyoroti pentingnya kelas jabatan sebagai komponen utama dalam penghitungan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Bahkan perubahan kecil pada nama jabatan tetap mewajibkan evaluasi ulang agar peraturan kepala daerah (perkada) dapat menetapkan nilai kelas jabatan secara sah.

"Baru setelah kelas jabatan ditetapkan dalam perkada, pembayaran TPP dapat dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa kelas jabatan bukan sekadar syarat administratif, tetapi landasan hukum yang menentukan kesesuaian tunjangan dengan beban kerja," terangnya.

Sementara itu, Jose Rizal, Kepala Bagian Kelembagaan dan Analisa Jabatan Kementerian Dalam Negeri, mengingatkan bahwa pemberian TPP bukan hanya soal insentif finansial, tetapi juga harus mendorong kinerja ASN dan kualitas organisasi. Ia juga mengingatkan pentingnya validitas data di SIMONA sebagai basis pertanggungjawaban.

Jose mengingatkan pula bahwa pemerintah daerah perlu bersiap menghadapi batas belanja pegawai maksimal 30 persen pada tahun 2027, dengan mulai merancang anggaran TPP sejak 2025.

Dalam hal perencanaan anggaran, Shalia Alama Joya, Direktur Perencanaan Anggaran Daerah Kemendagri, menekankan pentingnya sinkronisasi lintas perangkat daerah agar alokasi TPP sejalan dengan hasil evaluasi jabatan yang telah disahkan.

"Fleksibilitas boleh, tetapi akuntabilitas adalah harga mati. Prinsip kehati-hatian dalam menyusun struktur APBD harus tetap dijaga agar tidak berbenturan dengan aturan fiskal," tandas Shalia.

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Towa.co.id.

Ikuti Sosial Media Kami:

X Logo Snack Video