Dipublish oleh Admin | 19 Juni 2025, 11.23 WIB
Towa News, Jakarta - Belakangan ini banyak suara nyinyir di media sosial. Isunya soal sikap Indonesia—lebih tepatnya, sikap Presiden Prabowo—dalam menyikapi konflik Iran vs Israel. Banyak yang banding-bandingin:
“Malaysia tegas bela Iran.”
“Qatar, Saudi, Turki aja berani nyebut Israel agresor.”
Lalu mereka menyimpulkan: “Indonesia lemah. Prabowo kalem, ngambang, gak tegas.”
Padahal kalau dilihat lebih dalam, narasi adem yang dibawa Presiden Prabowo bukan berarti kosong. Justru, bisa jadi itu strategi. Seperti main catur di papan geopolitik yang kompleks. Dan langkah-langkah yang beliau ambil belakangan ini—bukan sekadar diplomasi biasa.
Kita lihat saja runtutannya.
Tanggal 6 Juni 2025, Perdana Menteri Kanada langsung telepon. Undangan resmi ke KTT G7 di Alberta, 16–17 Juni. Lalu pada 12 Juni, giliran Donald Trump menelepon. Mereka ngobrol 15 menit. Diplomasi level tinggi seperti ini gak mungkin basa-basi. Secara etika, protokol, dan simbolik, harusnya Indonesia—melalui Presiden Prabowo—hadir.
Tapi apa yang terjadi?
Prabowo justru memilih ke Rusia. Negara yang secara terang-terangan berdiri di sisi Iran, dan bagian dari blok Tiongkok yang sedang panas-panasnya bersitegang secara ekonomi dengan Amerika Serikat.
Tanggal 19 Juni, Presiden Vladimir Putin menyambut Prabowo dengan sambutan kenegaraan. Pertemuan bilateral digelar. Besoknya, Prabowo jadi pembicara utama di SPIEF 2025, salah satu forum ekonomi paling prestisius di dunia.
Ini bukan kebetulan. Ini bukan pelesiran diplomatik. Ini pilihan. Dan yang lebih penting—ini sinyal. Tapi sinyal yang gak akan bisa ditangkap kalau kita cuma pakai lensa emosi.
Apalagi setelah tahu bahwa di forum G7 kemarin, negara-negara besar justru kompak menyatakan dukungan politik dan militer ke Israel. Nah, sekarang mulai jelas, kan? Tanpa banyak cuap-cuap, tanpa perlu retorika keras, Prabowo justru tunjukkan sikap yang jauh lebih strategis: gak ikut kiblat Israel, gak tunduk pada skenario Barat, tapi juga gak gegabah berteriak lalu jadi sasaran.
Karena pada akhirnya, yang ribut minta Indonesia kutuk Israel habis-habisan, pernah mikir gak kalau besok Indonesia malah jadi target? Pernah siap gak kalau konflik itu merembet ke sini?
Presiden Prabowo tahu betul: jadi pemimpin bukan soal keras-kerasan suara, tapi cerdas-cerdasan langkah. Diplomasi bukan soal nada tinggi, tapi arah yang tenang, presisi, dan tepat sasaran.
Jadi, kalau masih ada yang bilang sikap beliau abu-abu, mungkin perlu disegarkan lagi cara pandangnya. Karena dalam politik luar negeri, diam bukan berarti lemah. Kadang justru di sanalah kekuatan sebenarnya: menjaga posisi tanpa kehilangan martabat, dan bicara seperlunya tanpa kehilangan arah.
Author : Yogi Ramon Setiawan
Published : Towa News Pengeras Suara Informasi
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Towa.co.id.
Sufmi Dasco Ahmad, Arsitek Stabilitas Politik di Balik...
Towa News | 21 Juni 2025, 12.19 WIB
Prabowo-Putin Bertemu di Rusia, Bahas Penguatan Kerja Sama...
Towa News | 19 Juni 2025, 19.24 WIB
Hashim Djojohadikusumo: Gerindra Satu-satunya Partai dengan Sayap Kristiani
Towa News | 18 Juni 2025, 23.33 WIB
Diplomasi di Tengah Transit: PM Ceko Temui Presiden...
Towa News | 18 Juni 2025, 12.18 WIB
Presiden Prabowo Disambut Kenegaraan di Singapura, Dunia Menatap...
Towa News | 16 Juni 2025, 13.14 WIB
Teddy: Undangan Putin Tunjukkan Indonesia Kian Dipandang Dunia
Towa News | 16 Juni 2025, 10.14 WIB
Seskab Teddy Ungkap Isi Percakapan 15 Menit antara...
Towa News | 13 Juni 2025, 13.09 WIB
Poros Ekonomi Baru: Munculnya '9 Haji' dalam Peta...
Towa News | 09 Juni 2025, 08.02 WIB
Dasco dan Mensesneg Kunjungi Megawati, Terima Wejangan dan...
Towa News | 05 Juni 2025, 11.04 WIB
Survei LSI: Publik Apresiasi Stabilitas Politik dan Penegakan...
Towa News | 05 Juni 2025, 10.41 WIB